Jumat, 19 Agustus 2011

Tasbih buatan Munarto


onomerto, Kayunya Sejenis Bahan Kapal Nabi Nuh Munarto memulai karir usaha produksi tasbih dari titik nol. Dari belajar sampai bisa membuat tasbih sendiri. Tak sia-sia, kini tasbih berbahan kayu kokka yang dihasilkannya bahkan masuk pasaran ekspor ke Malaysia, Brunei dan Arab Saudi. Suara mesin pemotong kayu, gerenda dan mesin bubut bercampur menjadi satu. Tujuh orang karyawan Munarto tampak khusuk menekuni pekerjaannya masing-masing. Memotong kayu, membuat kasaran, melubangi, dan menghaluskan bentukan tasbih dari kayu kokka.

Ketujuh orang itu sehari-hari memang bekerja membuat tasbih di UD BK HAS Patalan, Wonomerto Probolinggo. Dari tangan-tangan terampil mereka tercipta ratusan bahkan ribuan tasbih yang siap dipasarkan ke seluruh Indonesia dan luar negeri.


Kayu kokka saat ini memang lagi musim untuk bahan tasbih. Kayu yang dibeli Munarto dari Turki itu konon dipercaya memiliki sejumlah khasiat. Air bekas celupan tasbih kayu itu dipercaya berkhasiat menyembuhkan sejumlah penyakit.
Kayu yang hanya berbuah setiap 50 tahun sekali itu berbentuk lonjong serupa buah gambir itu hanya ada di Timur Tengah dan Afrika. Munarto mengaku mendapatkannya dari Iran, Nigeria, Mesir dan Turki.

Bahkan, kayu yang konon dikabarkan sejenis dengan bahan kapal Nabi Nuh dan tongkat Nabi Musa itu juga dipercaya bisa menolak balak. "Semua ciptaan Allah itu hanya perantara. Semuanya kembali pada kekuasaan dan izin Allah," ujar Munarto sambil menunjukkan tasbih-tasbihnya.

Sebab dipercaya memiliki khasiat itu, tasbih berbahan kayu kokka menjadi mahal harganya. Otomatis secara bisnis juga bakal lebih

menguntungkan. "Harga satu tasbih berkisar antara Rp 300 ribu sampai Rp 1 juta. Bahkan ada yang lebih. Kalau tasbih biasa harganya paling banter Rp 25 ribu," ujarnya.

Munarto mengaku menekuni bisnis tasbih sejak 1995 lalu. Ilmu membuat tasbih didapatkannya dari seseorang di tempatnya dulu bekerja. "Dulu saya hanya bekerja pada orang. Lalu sedikit demi sedikit saya belajar. Sampai akhirnya bisa buka usaha sendiri," ujarnya.

Menjadi pengusaha tasbih mungkin sudah menjadi garis tangan Munarto. Ia sukses melakoni bisnis alat hitung berdzikir itu. Memulai dengan modal Rp 5 juta Munarto membeli alat-alat untuk membuat tasbih.

"Pertama kali punya alat manual. Kemudian berkembang sedikit demi sedikit. Saya juga pernah dapat bantuan peralatan dari pemerintah zaman Pak Harto. Waktu mesinnya masih pakai tenaga kayuh. Itu alatnya yang berwarna kuning Golkar," ujar Munarto sambil tertawa.

Dengan berkembangnya usaha, Munarto pun berusaha meng-up grade alat-alat kerjanya. Dari yang manual menjadi bermesin.

Dari yang sederhana menjadi teknologis. Munarto juga sudah bisa mempekerjakan 10 orang karyawan dengan gaji borongan.

"Sistem bayarannya borongan. Untuk setiap tasbih seorang tukang gergaji kayu mendapatkan upah Rp 1.500,- pembuat kasaran (kayu-kayu yang belum dibentuk) upahnya Rp 200-300 untuk setiap hasil tasbih. Pekerja bagian penghalus Rp 1000 tiap tasbih dan pelubang Rp 1.500,- untuk tiap tasbih," ujarnya.

Munarno menyebut tasbih berbahan kayu kokka saat ini sedang diminati banyak orang. Bahkan, ia mengaku pemesannya lebih banyak dari luar negeri. "Untuk yang lokal biasanya suka bahan tulang karena harganya lebih murah. Tapi kalau yang kayu kokka, kita kirim ke Malaysia, Brunei dan Arab Saudi," ujarnya.
 
 
Sumber:
http://ukmbromocenter.blogspot.com